BAIK
DAN BURUK DARI BERBAGAI PANDANGAN
Disusun
guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Akhlak Tasawuf
DISUSUN
OLEH :
KELOMPOK
3 :
1.
DESI NUR IKA (
13480011 )
2.
JUMRATUL AIDA
MAHDI ( 13480012 )
3.
VIDARA ESA
PANUNTUN ( 13480013 )
4.
NOVIA UTAMI (13480010)
Dosen
: Nur Hidayat, M.Pd
PROGAM
STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH/A
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
2013/2014
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Puji syukur kami persembahkan
kepada Allah SWT yang masih mencurahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kami
sehingga makalah “baik dan buruk dari berbagai pandangan” dapat terselesaikan.
Kemudian shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah berhasil
memerankan fungsi- fungsi kekhalifahan dengan baik sehingga beliau dipilih
Allah SWT sebagai uswatun hasanah bagi seluruh manusia.
Makalah
ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ahkhlak Tasawuf , serta
membantu teman-teman dalam memahami masalah baik dan buruknya sesuatu hal. Makalah
ini terdiri dari tiga bagian, antara lain:
1. Pendahuluan
2. Isi
3. Penutup
Dalam pendahuluan, didalamnya
tertuang mengenai latar belakang tentang baik buruk. Bagian isi berisi pengertian baik dan
buruk, aliran baik dan buruk, sifat baik dan buruk dan ruang lingkup baik buruk.
Penutup dalam makalah ini berisi tentang kesimpulan atau ringkasan dari
keseluruhan isi makalah.
Saya berharap, makalah
ini bisa berguna bagi teman-teman untuk mempelajari Akhlak Tasawuf terutama
baik dan buruknya sesuatu. Kami penyusun makalah mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Akhirnya
kritik dan saran sangat kami harapkan dari pembaca agar dapat membangun wawasan
yang lebih luas bagi kami.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb.
Yogyakarta, November 2013
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Baik dan buruk adalah persoalan yang pertama kali muncul di
kalangan para filsuf Yunani. Persoalan ini pula yang menjadi pembicaraan utama
dalam kajian ilmu akhlak dan ilmu estetika. Sebelum membahas lebih dalam
tentang baik dan buruk alangkah baiknya untuk memahami kedua istilah tersebut
yaitu baik dan buruk. Istilah baik dan buruk merupakan dua kata yang banyak
digunakan untuk menentukan suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
Bahkan, setiap filsuf hampir mebicarakan persoalan ini, terutama
para filsuf dari kalangan Marxisme. Di kalangan para teolog, persoalan ini
memunculkan perdebatan yang sengit diantara aliran – aliran. Mu’tazilah,
umpanya, berpendapat bahwa akal manusia mampu membedakan mana yang baik dan
buruk. Ini berbeda dengan aliran Ahlus Sunnah wa Jamaah, diantaranya
Asy’ariyyah. Mereka berpendapat bahwa penentu baik dan buruk mutlak merupakan
otoritas wahyu, bukan domain akal.
Pembicaraan
mengenai baik dan buruk penting karena dua alasan. Pertama, persoalan ini
menjadi pembahasan utama ilmu akhlak sekaligus menjadi inti keberagaman
seseorang. Kedua, mengetahui pandangan Islam tentang persoalan ini di tengah
maraknya berbagai aliran yang memperbincangkan persoalan ini.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian baik dan buruk ?
2.
Apa
saja aliran baik dan buruk ?
3.
Bagaimana
sifat baik dan buruk ?
4.
Apa
saja ruang lingkup baik dan buruk ?
C.
Tujuan
Pembahasan
1.
Untuk
mengetahui pengertian baik dan buruk.
2.
Untuk
mengetahui aliran baik dan buruk.
3.
Untuk
mengetahui sifat baik dan buruk.
4.
Untuk
mengetahui ruang lingkup baik dan buruk.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN BAIK DAN BURUK
Pengertian
baik secara bahasa adalah terjemahan dari kata khoir dalam bahasa Arab,
atau good dalam bahasa Inggris. Louis Ma`luf dalam kitab Munjid, mengatakan
bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang telah mencapai kesempurnaan[1].
Selanjutnya, yang baik itu juga adalah sesuatu yang mempunyai nilai kebenaran
atau nilai yang diharapkan dan memberikan kepuasan. Yang baik itu juga sesuatu
yang sesuai dengan keinginan.[2]
Dan yang disebut baik itu adalah sesuatu yang mendatangkan rahmat, memberikan
perasaan senang atau bahagia. Adapula pendapat bahwa yang disebut baik atau
kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, diusahakan dan menjadi tujuan manusia.
Tingkah laku manusia adalah baik, apabila hal tersebut menuju kesempurnaan
manusia. Sedangkan kebaikan disebut nilai (value), apabila kebaikan itu bagi
seseorang menjadi kebaikan yang kongkrit.
Dari
beberapa kutipan diatas, menggambarkan bahwa yang disebut baik adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan yang luhur, bermartabat, menyenangkan dan
disukai manusia. Dengan mengetahui sesuatu yang baik, maka akan mempermudah
dalam mengetahui yang buruk. Dalam bahasa Arab, yang buruk itu dikenal dengan
istilah syarr. Dan diartikan dengan sesuatu yang tidak baik, tidak
seperti yang seharusnya, tak sempurna dalam kualitas, dibawah standar, kurang
dalam nilai, keji jahat, tidak bermoral dan perbuatan yang bertentangan dengan
norma-norma masyarakat yang berlaku.
Dengan demikian yang dikatakan buruk itu adalah sesuatu yang dinilai sebaliknya
dari yang baik.
Definisi
diatas, memberikan kesan bahwa sesuatu yang disebut baik atau buruk itu relatif
sekali, karena tergantung pada pandangan dan penilaian masing-masing yang
merumuskan. Dengan demikian nilai baik atau buruk menurut pengertian tersebut
bersifat relatif dan subyektif, karena bergantung kepada individu yang
menilainya.[3]
Dalam
mendefinisikan baik buruk, setiap orang pasti berbeda- beda. Sebab sumber
penentu baik dan benar, yaitu Tuhan dan manusia, wahyu dan akal, agama dan
filsafat.
B.
Beberapa Aliran Baik dan Buruk
Perkembangan
pemikiran manusia selalu berubah, begitu juga patokan yang digunakan orang
untuk menentukan baik dan buruk manusia. Keadaan yang demikian ini menurut
Poedjawijatna terpengaruh oleh pandangan
filsafat tentang manusia yaitu antropologia metafisika. Beliau
menyebutkan sejumlah pandangan filsafat yang digunakan dalam menilai baik dan
buruk, yaitu hedonisme, utilitarianisme, vitalisme, sosialisme, religiosisme
dan humanisme.[4]
Sedangkan Asmaran As. Menyebutkan ada empat aliran filsafat yaitu adat kebiasan, hedonisme, intuisi, dan
evolusi[5].
Beberapa
kutipan tersebut diatas saling melengkapi dan dapat disimpulkan bahwa diantara
aliran-aliran filsafat yang mempengaruhi dalam penentuan baik dan buruk ini
adalah aliran adat istiadat, hedonisme, intuisisme (humanisme),
utilitarianisme, vitalisme, religiousisme, dan evolusisme. Dari berbagai
kutipan tersebut diatas beberapa aliran filsafat yang mempengaruhi pemikiran
akhlak dapat dikemukakan secara ringkas berikut ini.;
1.
Baik
dan Buruk Menurut Aliran Adat Istiadat (Sosialisme)
Baik dan buruk
menurut aliran ini ditentukan berdasarkan adat istiadat yang berlaku dan
dipegangi oleh masyarakat. Orang yang mengikuti dan berpegang teguh pada adat
dipandang baik, dan orang yang menentang tidak mengikuti adat-istiadat
dipandang buruk dan mendapat hukuman secara adat. Adat istiadat selanjutnya
dipandang sebagai pendapat umum. Ahmad Amin mengatakan bahwa tiap bangsa atau
daerah mempunyai adat tertentu mengenai baik dan buruk.[6]
Di masyarakat
akan kita jumpai adat-istiadat yang berkenaan dengan cara berpakaian, makan,
minum dan sebagainya. Orang yang mengikuti cara yang demikian itulah yang
dianggap orang baik, dan orang yang mengingkarinya adalah orang yang buruk.
Kelompok yang menilai baik dan buruk menurut adat ini dalam pandangan filsafat
di kenal dengan aliran sosialisme. Paham ini muncul dari anggapan karena
masyarakat itu terdiri dari manusia, maka masyarakatlah yang menentukan nilai baik dan buruk perbuatan manusia itu sendiri.
Karena hakikat dari adat itu sendiri sebenarnya adalah produk budaya manusia
yang sifatnya nisbi dan relatif, maka nilai baik dan buruk tersebut juga sangat
relatif juga.
2.
Baik
& Buruk Menurut Aliran Hedonisme
Aliran ini
adalah aliran filsafat yang bersumber pada pemikiran filsafat Yunani Kuno.
Terutama pemikiran filsafat Epicurus (341-270 SM), kemudian dikembangkan oleh
Cyrenics, berikutnya dikembangkan oleh Freud.[7]
Menurut paham ini, bahwa perbuatan yang baik adalah perbuatan yang banyak
mendatangkan kelezatan, kenikmatan dan kepuasan nafsu biologis.
Aliran ini
tidak mengatakan bahwa semua perbuatan mengandung kelezatan, melainkan ada pula
yang mendatangkan kepedihan atau kesengsaraan. Epicurus sebagai peletak dasar
paham ini mengatakan bahwa kebahagiaan atau kelezatan itu adalah tujuan semua
manusia hidup didunia. Tidak ada kebaikan dalam hidup selain kelezatan dan
tidak ada keburukan kecuali penderitaan. Sedangkan akhlak adalah berbuat untuk
menghasilkan kelezatan, kemulyaan, dan kebahagiaan. Keutamaan tidak mempunyai
nilai tersendiri, melainkan nilainya terletak pada kelezatan yang
mengiringinya.
Disini,
Epicurus lebih mementingkan kelezatan akal dan rohani daripada kelezatan badan.
Yang dapat merancang dan merencanakan kelezatan itu adalah akal dan jiwa
(rohani). Oleh karena itu kelezatan akal dan jiwa lebih lama dan lebih kekal
daripada kelezatan badan. Tahap berikutnya, paham Hedonisme ada dua corak,
yaitu pertama individual, kedua, universal. Pertama, berpendapat bahwa yang
dipentingkan terlebih dahulu adalah mencari kelezatan dan kepuasan
sebesar-besarnya untuk dirinya sendiri (individualistik). Kedua, memandang
bahwa perbuatan yang baik itu adalah yang mementingkan kebahagiaan untuk
kebutuhan sesama manusia atau orang banyak bahkan semua makhluk yang
berperasaan. Sejalan dengan paham ini, maka perbuatan yang dianggap baik dan
utama apabila perbuatan itu menghasilkan kebahagiaan bersama. Berlaku benar
misalnya menjadi utama karena ia menghasilkan kebahagiaan bagi masyarakat dan
kita dapat mempercayai orang lain, karena orang tersebut menunjukkan sikap yang
benar.
3.
Baik
dan Buruk Menurut Paham Intuisisme (Humanisme)
Intuisi adalah
kekuatan batik yang dapat menetukan sesuatu baik atau buruk dengan sekilas
tanpa melihat buah atau akibatnya. Kekuatan batin atau suara hati adalah
merupakan potensi rohaniah yang secara fitrah telah ada pada diri manusia.
Paham ini berpendapat bahwa setiap manusia mempunyai kekuatan insting batin
yang dapat membedakan baik dan buruk dengan sekilas pandang. Kekuatan batin
kadang berbeda refleksinya, karena pengaruh masa, tempat dan lingkungan. Akan
tetapi dasarnya tetap sama dan berakar pada tubuh manusia. Misal, apabila ia
melihat suatu perbuatan, maka ia mendapat semacam ilham atau petunjuk yang
dapat memberi tahu nilai perbuatan itu, lalu menetapkan hukum baik dan
buruknya. Oleh karena itu, manusia sepakat tentang keutamaan seperti benar,
dermawan, berani. Mereka juga sepakat menilai buruk terhadap perbuatan yang
salah, pendusta, dan pengecut.
Kekuatan batin adalah
merupakan kekuatan yang telah ada dalam diri jiwa manusia. Kita telah diberi
kemampuan untuk membedakan antara baik dan buruk, sebagaimana kita diberi mata
untuk melihat dan telingat untuk mendengar. Paham ini berpendapat bahwa yang
baik adalah perbuatan yang sesuai dengan penilaian yang diberikan oleh hati
nurani. Sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang menurut hati nurami
dipandang buruk. Paham ini dikenal dengan paham humanisme.[8]Penentuan
baik dan buruk perbuatan melalui hatinurani yang dibimbing oleh ilham atau
intuisi ini banyak dianut dan
dikembangkan oleh para pemmikir akhlak
dari kalangan Islam.
4.
Baik
dan Buruk Menurut Paham Utilitarianisme
Secara bahasa
utilis berarti berguna. Paham ini berpendapat bahwa yang baik adalah yang
berguna. Kalau ukuran ini berlaku bagi perorangan disebut individual, dan jika
berlaku bagi masyarakat dan negara disebut sosial. Paham ini mendapatkan
perhatian dizaman sekarang. Di abad sekarang ini, kemajuan dibidang teknologi
meningkat tajam, dan kegunaanlah yang menentukan segala sesuatunya.
Kelemahannya paham ini adalah hanya melihat kegunaan dari sudut materialistik.
Misal, orang tua jumpo semakin kurang mendapatkan penghargaan, karena secara
material sudah tidak lagi kegunaannya. Padahal kedua orang tua tetap berguna
untuk dimintai nasihat, doa dan pengalaman masa lalu yang sangat berharga.[9]
Paham ini juga
menjelaskan arti kegunaan tidak hanya yang berhubungan dengan materi, melainkan
melalui sifat rohani yang bisa diterima akal. Dan kegunaan bisa diterima jika
yang digunakan itu hal-hal yang tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain.
Disini Nabi juga menilai bahwa orang yang baik adalah orang yang banyak memberi
manfaat kepada orang lain (HR. Bukhari)
5.
Baik
dan Buruk Menurut Paham Vitalisme
Paham ini
berpendapat bahwa yang baik adalah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup
manusia. Kekuatan dan kekuasaan yang menaklukkan orang lain yang lemah dianggap
sebagai yang baik. Paham ini lebih cenderung pada sikap binatang, dan berlaku
hukum siapa yang kuat dan menang itulah yang baik. Paham ini pernah
dipraktekkan oleh para penguasa di zaman feodalisme terhadap kaum yang lemah,
tertindas dan bodoh. Dengan kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki, ia dapat
mengembangkan pola hidup feodalisme, kolonialisme dan diktator. Kekuatan dan
kekuasaan menjadi lambang dan status sosial untuk dihormati. Ucapan, perbuatan
dan aturan yang dikeluarkan menjadi pegangan masyarakat meskipun salah.
Dalam
masyarakat yang sudah maju, dimana ilmu pengetahuan dan teknologi sudah banyak
dikuasai oleh masyarakat, maka paham vitalisme tidak akan mendapatkan tempat
lagi, kemudian beralih dengan sifat demokratis.
6.
Baik
dan Buruk Menurut Paham Religiosisme
Paham ini
berpendapat bahwa yang dianggap baik adalah perbuatan yang sesuai dengan
kehendak Tuhan, sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai
dengan kehendak Tuhan. Paham ini, terhadap keyakinan teologis yaitu keimanan
kepada Tuhan sangat memegang peranan penting. Karena tidak mungkin orang
berbuat sesuai dengan kehendak Tuhan, apabila yang melakukan tidak beriman
kepada-Nya.
Perlu
diketahui, bahwa di dunia ini ada bermacam-macam agama yang dianut, dan masing-masing agama
menentukan baik buruk menurut ukurannya agama masing-masing. Agama Hindu,
Budha, Yahudi, Kristen dan Islam, masing-masing agama tersebut memiliki
pandangan dan tolok ukur tentang baik dan buruk antara yang satu dengan lainnya
berbeda-beda dan juga ada persamaannya. terdapat [10]
7.
Baik
dan Buruk Menurut Paham Evolusi
Paham ini
mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini mengalami evolusi, yaitu
berkembang dari apa adanya sampai pada kesempurnaan. Paham seperti ini tidak
hanya berlaku pada benda-benda yang tampak, seperti binatang, manusia dan
tumbuh-tumbuhan, akan tetapi juga berlaku pada benda yang tidak dapat dilihat
dan diraba oleh indra, seperti moral dan akhlak.
Salah seorang
ahli filsafat Inggris bernama Herbert Spencer (1820-1903) berpendapat bahwa
perbuatan akhlak itu tumbuh secara sederhana, kemudian berangsur-angsur
meningkat sedikit demi sedikit berjalan kearah cita-cita yang dianggap sebagai
tujuan. Perbuatan itu baik apabila dekat dengan cita-cita tersebut, dan buruk
apabila jauh daripada cita-cita tersebut. Adapun tujuan manusia dalam hidup ini
ialah untuk mencapai cita-cta tujuan atau mendekatinya.
Paham ini,
bahwa cita-cita manusia dalam hidup adalah untuk mencapai kesenangan dan
kebahagiaan. Kebahagiaan disini berkembang menurut keadaan yang mengitarinya. Kalau
perbuatan manusia sesuai dengan keadaan yang diharapkan yaitu lezat dan
bahagia, maka hidupnya akan bahagia dan senang, begitu juga sebaliknya. Paham
ini yang menjadikan ukuran perbuatan baik manusia adalah merubah diri sesuai
dengan keadaan yang berlaku. Paham ini juga sesuai dengan pendapat Darwin
(1809-1882). Dia menjelaskan bahwa perkembangan alam didasari oleh ketentuan
alam, perjuangan hidup, dan kekal bagi yang lebih pantas.[11]
Herbert Spencer
( 1820-1903 ) salah seorang ahli filsafat Inggris yang berpendapat evolusi ini
mengatakan bahwa perbuatan akhlak itu tumbuh secara sederhana, kemudian
berangsur meningkat sedikit demi sedikit berjalan ke arah cita-cita yabg
dianggap sebagai tujuan. Perbuatan itu baik bila dekat dengan cita-cita itu dan
buruk bila jauh dari padanya. Sedang tujuan manusia dalam hidup ini ialah
mencapai cita-cita atau paling tidak mendekatinya sedikit mungkin.
Cita-cita manusia dalam hidup ini – menurut paham ini – adalah untuk mencapai
kesenangan dan kebahagiaan. Kebahagiaan di sini berkembang menurut keadaan yang
mengelilinginya. Dapat dilihat bahwa perbuatan manusia terkadang sesuai dengan
keadaan yang mengelilinginya, maka hidupnya akan senang dan bahagia. Oleh
karena itu menjadi keharusan untuk mengubah dirinya menurut keadaan yang ada di
sekelilingnya, sehingga dengan demikian sampailah ia kepada kesempurnaan atau
kebahagiaan yang menjadi tujuannya.
Tampaknya bahwa Spencer menjadikan ukuran perbuatan manusia itu ialah mengubah
diri sesuai dengan keadaan yang mengelilinginya. Suatu perbuatan dikatakan baik
bila menghasilkan lezat dan bahagia dan ini bisa terjadi bila cocok dengan
keadaan di sekitarnya.
Dalam sejarah paham evolusi, Darwin ( 1809-1882 ) adalah seorang ahli
pengetahuan yang paling banyak mengemukakan teorinya. Dia memberikan penjelasan tentang
paham ini dalam bukunya The Origin of Species. Dikatakan bahwa
perkembangan alam ini didasari oleh ketentuan-ketentuan berikut :
1) Ketentuan alam ( selection of
nature )
2) Perjuangan hidup ( struggle for
life )
3) Kekal bagi yang lebih pantas (
survival for the fit test )
Yang dimaksud
dengan ketentuan alam adalah bahwa ala mini menyaring segala yang maujud (ada)
mana yang pantas dan bertahan akan terus hidup, dan mana yang tidak pantas dan
lemah tidak akan bertahan hidup.
Berdasarkan cirri-ciri hokum alam yang terus berkembang ini dipergunakan untuk
menentukan baik dan buruk. Namun ikut sertanya berubah dan berkembangnya
ketentuan baik buruk sesuai dengan perkembangan ala mini akan berakibat
menyesatkan, karena ada yang dikembangkan itu boleh jadi tidak sesuai dengan
morma yang berlaku secara umum dan telah diakui kebenarannya.
8. Deontologi
Menurut aliran ini, suatu tindakan dianggap baik bukan
berdasarkan tujuan atau dampak perbuatan itu, tetapi berdasarkan tindakan itu
sendiri. Dengan kata lain, perbuatan tersebut bernilai moral karena tindakan
itu dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan, terlepas
dari tujuan atau akibat dari tindakan itu.
C. Sifat Baik dan Buruk
Sifat baik dan buruk yang didasarkan pada pandangan
filsafat adalah sesuai dengan sifat dari filsafat
itu sendiri, yaitu berubah, relatif nisbi dan tidak universal. Dengan demikian
sifat baik buruk yang dihasilkan berdasarkan melalui pemikiran filsafat
tersebut menjadi relatif dan nisbi, yaitu dapat terus berubah. Sifat baik buruk
tersebut yang dikemukakan sifatnya subyektif, lokal dan temporal. Oleh karena
itu nilai baik buruk juga sifatnya relatif.
Perlu
ada ketentuan batasan baik dan buruk yang didasarkan pada nilai-nilai
universal, yaitu pandangan intuisisme. pendapat yang demikian itu tetap berguna
yaitu untuk menjabarkan ketentuan baik buruk yang terdapat dalam ajaran akhlak
yang bersumber dari ajaran Islam.
D.
Ruang Lingkup Baik dan Buruk dalam Islam
Ajaran
Islam bersumber dari wahyu Allah SWT berupa al-Qur`an yang dalam penjabarannya
dicontohkan oleh Sunah Nabi Muhammad SAW. Masalah akhlak dalam ajaran Islam
mendapatkan perhatian besar. Istilah baik dan buruk menurut Islam harus
didasarkan pada petunjuk al-Qur`an dan al-Hadis. Kalau kita perhatikan, istilah
baik dan buruk dapat kita jumpai dalam Qur`an maupun Hadis, seperti al-hasanah,
thayyibah, khairah, karimah, mahmudah, al-birr, dan azizah.[12]
Al-hasanah
menurut al-Raghib al-Afahani adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menunjukkan sesuatu yang disukai atau dipandang baik. Kemudian al-hasanah
dibagi menjadi tiga bagian. Yaitu, pertama; hasanah dari segi akal,
kedua, hasanah dari segi hawa nafsu atau keinginan dan ketiga, hasanah
dari segi pancaindra, sedangkan Lawan dari al-hasanah adalah al-sayyiah
. Yang termasuk al-hasanah adalah keuntungan, kelapangan
rezeki, dan kemenangan. Adapun yang termasuk al-sayyiah
seperti kesempitan, kelaparan, dan keterbelakangan.
Adapun
kata at-thayyibah khusus digunakan untuk menggambarkan
sesuatu yang memberikam kelezatan kepada panca indra dan jiwa. Seperti makanan
pakaian, tempat tinggal dan sebagainya. Adapun lawannya adalah al-qabihah yang
artinya buruk[13].
Berikutnya, kata al-khoir digunakan untuk menunjukkan
suatu yang baik oleh seluruh umat manusia. Seperti berakal, adil, keutamaan dan
semua yang bermanfaat bagi manusia. Lawan dari al-khoir adalah as-syarr.
Seperti pada ayat[14]QS.al-Baqarah,
2 : 158.
Adapun
kata al-mahmudah dipakai untuk sesuatu yang utama sebagai
akibat dari melakukan sesuatu yang disukai Allah SWT. Kata mahmudah
lebih cenderung pada arti yang bersifat bathin dan spiritual. Seperti ayat.[15]QS.al-Isra`,17:79.
Berikutnya,
kata al-karimah digunakan untuk perbuatan dan akhlak
terpuji yang dimunculkan dalam realitas kehidupan sehari-hari.[16]
Kata al-karimah biasa digunakan untuk perbuatan yang terpuji dalam
sekala besar. Seperti menafkahkan hartanya dijalan Allah, berbuat baik kepada
kedua orang tua dan lainnya.
Selanjutnya,
adalah kata al-birr,[17]
dipakai untuk menunjuk pada upaya memperluas atau memperbanyak melakukan
perbuatan yang baik. Kata tersebut bisa dipakai untuk sifat Allah dan bisa
untuk sifat manusia. Kalau kata tersebut dipakai untuk sifat Allah, maka
maksudnya bahwa Allah memberikan balasan pahala yang besar. Kemudian kalau
dipakai untuk manusia, maka yang
dimaksud adalah untuk ketaatan dan ketundukan seorang hamba. Seperti pada ayat[18]QS.
Al-Baqoroh, 2:177
Penjelasan
al-birr dalam hadis juga disebutkan, yaitu ada salah
seorang sahabat Nabi SAW bernama Wabishah bin Ma`bad berkunjung kepada Nabi
SAW. Beliau menyapa dengan bersabda:
Engkau datang
menanyakan tentang al-birr (kebaikan) ? ” Benar, wahai Rasul” jawab Wabishah,
“Tanyailah hatimu!” al-birr adalah sesuatu yang tenang terhadap jiwa, dan yang
tentram terhadap hati, sedangkan dosa adalah yang mengacaukan hati dan
membimbangkan dada, walaupun setelah orang memberimu fatwa.
Dalam hadis lain, Nabi menjelaskan al-birr dengan sabdanya:
Al-birr adalah
akhlak yang baik, dan dosa adalah apa yang beredar dihatimu dan kamu tidak suka
orang lain mengetahuinya. (HR. Ahmad)
Dalam
hadis tersebut kata al-birr dihubungkan dengan ketenangan
jiwa dan akhlak terpuji, ini merupakan kebalikan dari dosa.[19]
Jadi al-birr artinya akhlak yang mulia. Dari berbagai istilah kebaikan
yang telah disebutkan dalam al-hadis maupun al-Qur`an adalah menunjukkan bahwa
penjelasan tentang kebaikan menurut ajaran Islam lebih lengkap
dibandingkan dengan arti kebaikan yang
disebutkan sebelumnya. Seperti firman Allah [20]QS.
Al-Bayyinah, 98:5.
Dalam
hadis juga disebutkan berikut ini,
Segala
amal perbuatan akan sah kalau diserta dengan niat, dan semua perbuatan seorang
itu dinilai sesuai dengan niatnya. (HR. Buhkari Muslim)
Perbuatan
yang dinilai baik dalam Islam adalah perbuatan yang sesuai dengan petunjuk
Qur`an dan Sunnah. Seperti taat kepada Allah dan Rasul-Nya, berbuat baik kepada
kedua orang tua, saling menolong dan mendoakan dalam kebaikan, menepati janji, menyayangi anak yatim, amanah, jujur,
ikhlas, ridho dan sabar merupakan perbuatan yang baik. Sedangkan perbuatan
buruk adalah perbuatan yang bertentangan dengan Qur`an dan Sunnah. Seperti
bersikap membangkang terhadap perintah agama, durhaka kepada ibu bapak, saling
bertengkar, dendam, mengingkari janji, curang, khianat, riya, sombong, putus
asa dan lain sebagainya[21].Namun
demikian al-Quran dan al-Sunnah bukanlah sumber ajaran yang eksklusif atau
tertutup. Kedua sumber tadi bersikap terbuka untuk menghargai bahkan menampung
pendapat akal pikiran, adat istiadat dan sebagainya yang dibuat oleh manusia
dengan catatan semua itu tetap sejalan dengan petunjuk al-Quran dan al-Sunnah.
Ketentuan baik dan buruk yang didasarkan pada logika dan filsafat dengan
berbagai aliran sebagaimana disebutkan diatas, dan tertampung dalam istilah
etika atau ketentuan baik dan buruk yang didasarkan pada istilah adat istiadat
tetap dihargai dan diakui keberadaannya. Ketentuan baik buruk yang terdapat
dalam etika dan moral dapat digunakan sebagai sarana atau alat untuk
menjabarkan ketentuan baik dan buruk yang ada dalam al-Qur’an.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Baik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan yang luhur,
bermartabat, menyenangkan dan disukai manusia. Dengan demikian yang dikatakan
buruk itu adalah sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang baik. Aliran-aliran
filsafat yang mempengaruhi dalam penentuan baik dan buruk ini adalah aliran
adat istiadat, hedonisme, intuisisme (humanisme), utilitarianisme, vitalisme,
religiousisme, dan evolusisme.
Baik atau buruk itu relatif sekali, karena tergantung pada
pandangan dan penilaian masing-masing yang merumuskan. Dengan demikian nilai
baik atau buruk menurut pengertian tersebut bersifat relatif dan subyektif,
karena bergantung kepada individu yang menilainya.
Ajaran Islam bersumber dari wahyu Allah SWT berupa al-Qur`an yang
dalam penjabarannya dicontohkan oleh Sunah Nabi Muhammad SAW. Masalah akhlak
dalam ajaran Islam mendapatkan perhatian besar. Istilah baik dan buruk menurut
Islam harus didasarkan pada petunjuk al-Qur`an dan al-Hadis. Kalau kita
perhatikan, istilah baik dan buruk dapat kita jumpai dalam Qur`an maupun Hadis,
seperti al-hasanah, thayyibah, khairah, karimah, mahmudah, al-birr,
dan azizah.
B.
SARAN
Dalam menjalani kehidupan sekarang ini pembaca disarankan dalam
menentukan baik buruknya segala sesuatu berpegang pada Al – qur’an dan As-
sunnah karena Al – Quran sebagai pedoman hidup yang berlaku sepanjang masa dan
As- Sunnah sebagai penjelas dan penguat Al Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Nur.Bahan
Ajar Akhlak Tasawuf.Yogkarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Uin Sunan
Kalijaga.2012
Nur
Hidayat.2011.http://arrifaiahmad.blogspot.com/2011/07/hand-out-akhlaq-tasawuf-oleh-nur.html. Diakses pada
tanggal 1 November 2013.
Abdurrahman.2011.http://abdurrahmanteh.blogspot.com/2011/04/baik-dan-buruk-menurut-perspektif.html. Diakses pada tanggal 1 November 2013.
Rifki Isma Risma.2013.http://rifkiismarismailblog.wordpress.com/2013/01/20/mengurai-landasan-pengetahuan-filsafat-ontologi/. Diakses pada tanggal 1 November 2013.
[1]
Louis Ma`luf, Munjid, al-Maktabah al-Katulikiyah, tt. Beirut, hlm. 198
[2] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf………..,
hlm.104
[3] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf………..,
hlm.106
[4]
Poedjawijatna, Etika Filsafat Tingkah Laku, Bina Aksara, Jakarta, 1982,
hlm. 43
[5]
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf……….., hlm.107
[6]
Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), Bulan Bintang, Jakarta, 1983, hlm. 87
[7]
Ahmad Amin, Etika …., hlm. 92
[8]Abuddin
Nata, Akhlak Tasawuf……….., hlm.112
[9]
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf……….., hlm.114
[10]
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf……….., hlm.116
[11]
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf……….., hlm.119
[12] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf………..,
hlm.120
[13]
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf……….., hlm.120
[14]
Qur`an Digital
[15]
Qur`an Digital
[16] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf………..,
hlm.121
[17] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf………..,
hlm.122
[18]
Qur`an Digital
[19] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf………..,
hlm.12
[20]
Qur`an Digital
[21] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf……….., hlm.126
Tidak ada komentar:
Posting Komentar